2.1.1. MATERI KULIAH
2.1.1.1. Membaca Materi Kuliah
Pembangunan berkelanjutan didefinisikan dalam UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 1 Butir 3 sebagai "upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan." Definisi ini mirip dengan definisi yang diberikan pada UN Conference on the Human Environment, Stockholm, sebagai "pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka." Mengapa pembangunan yang dilakukan harus merupakan pembangunan berkelanjutan? Karena sebagaimana telah diuraikan pada materi kuliah 2, selain memberikan manfaat untuk meningkatkan taraf hidup manusia, pembangunan juga berpeluang menimbulkan gangguan terhadap lingkungan hidup. Sebagaimana lebih lanjut telah diuraikan pada materi kuliah 3, pembangunan berpeluang menimbulkan pencemaran lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan hidup yang dampaknya akan menurunkan daya dukung lingkungan hidup.
Mengingat pelaksanaan pembangunan berisiko mencemari dan/atau merusak lingkungan hidup maka pembangunan perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga dampak lingkungan hidup yang ditimbulkannya dapat diminimalisasi. Konsep pembangunan dengan risiko merusak lingkungan hidup seminimal mungkin tersebut dikenal sebagai pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali mengemuka pada UN Conference on the Human Environment, Stockholm, ibu kota Swedia, pada 1972, dengan definisi sebagaimana yang sudah disebutkan di atas. Definisi tersebut mendapatkan banyak tanggapan dan krtitik, antara lain karena terlalu berfokus pada manusia, sehingga berbagai definisi telah dikembangkan kemudian. Namun tidak diperoleh definisi yang benar-benar memuaskan sehingga saat ini, pembangunan berkelanjutan dipahami sebagai pembangunan yang sekaligus dapat:
- mempertahankan integritas ekologis (ecological integrity)
- mengintegrasikan dengan kepedulian lingkungan (environmental stewardship)
- menadopsi pandangan mengenai kesalingbergantungan dan solidaritas Utara-Selatan (North-South interdependence and solidarity)
- mengupayakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia bagi semua
- memanfaatkan sumberdaya hayati sepanjang cadangan sumberdaya yang tersedia masih dapat memulihkan diri (utilitarian conservation)
- mempedulikan kesetaraan antar-generasi, antar-kelompok, dan antar-jenis
- memanfaatkan ilmu, teknologi, dan pengetahuan lingkungan dalam proses pembangunan
- mendorong pertumbuhan ekonomi pada batas yang tidak merusak lingkungan
- mengadopsi kerangka waktu jangka panjang
Sebegitu penting pembangunan dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga diperlukan konferensi tingkat tinggi (KTT) global ketiga untuk merekonsiliasi kepentingan ekonomis dan kepentingan lingkungan dalam pembangunan, yaitu United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) di Rio de Janeiro, Brazil, pada 2012, yang juga dikenal sebagai Rio 2012, Rio+20, or Earth Summit 2012, setelah KTT pertama di kota yang sama, yaitu United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) pada 1992, dan KTT kedua, yaitu World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Yohannesburg, Afrika Selatan, pada 2002. UNCSD menghasilkan kesepakatan The Future We Want (masa depan yang kita inginkan) yang di dalamnya memuat apa yang dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai kelanjutan dari Millennium Development Goals (MDGs) yang dikritik sebagai kurang berhasil dalam meningkatkan peranan aspek lingkungan dalam pembangunan.
Mengingat proses lahirnya konsep tersebut, pembangunan berkelanjutan pada hakekatnya merupakan kesepakatan politik global. Politik mempunyai banyak makna yang diperdebatkan, dipandang baik dan buruk sekaligus (politics: a contested concept). Politik sering diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan negara, sebagai konflik dan resolusi konflik, sebagai kekuasaan, dan sebagai aktivitas sosial dan publik. Politik bermakna kontekstual dan bergantung pada interpretasi. Namun dalam konteks politik demikian ini, politik lingkungan (environmental politics) berkaitan dengan teori dan prakarsa politik mengenai lingkungan, keberpihakan partai politik dan gerakan sosial terhadap lingkungan, dan kebijakan publik mengenai lingkungan pada berbagai tataran geopolitik. Secara formal, politik lingkungan seharusnya disalurkan melalui partai politik. Namun dalam banyak kasus, partai politik memandang masalah lingkungan bukan sebagai isu yang menarik sehingga aspirasi politik mengenai dingkungan kemudian disalurkan melalui gerakan lingkungan (environmental movement) untuk memberikan tekanan kepada pemerintah guna mengambil langkah-langkah yang menunjukkan keberpihakan terhadap lingkungan hidup. Dari persentuhan gerakan lingkungan dengan pemerintah inilah kemudian berkembang apa yang dikenal sebagai environmentalisme (environmentalism), yaitu gerakan sosial yang berupaya mempengaruhi proses politik melalui lobi, aksi nyata, dan pendidikan lingkungan.
Sebagai penyaluran aspirasi politik, gerakan lingkungan dan envronmentalisme juga bisa menjadi ekstrem sehingga menimbulkan gerakan lingkungan radikal (radical environmental movement, radical environmentalism). Gerakan lingkungan radikal ini sering menggalang protes lingkungan (environmental protests) secara ilegal yang cenderung mengarah kepada eko-terorisme (eco-terrorism). Sebagaimana dinyatakan oleh Christopher Manes, dalam bukunya Green Rage: Radical Environmentalism and the Unmaking of Civilization, environmentalisme radikal merupakan aktivisme lingkungan jenis baru, melawan dan menyerang nilai-nilai lama yang dijunjung tinggi, tidak mengenal kompromi, tidak mempercayai kebijakan konservasi tradisional, dilakukan dengan menggunakan cara-cara ilegal bila diperlukan. Gerakan lingkungan masa kini juga dicirikan oleh demonstrasi besar-besaran, sebagaimana yang dilakukan oleh Bill McKibben, seorang environmentalis, penulis, dan wartawan, melalui demonstrasi Step It Up 2007 untuk mendorong Kongres Amerika Serikat mengambil langkah-langkap untuk mengatasi pemanasan global. Cara yang kurang lebih sama juga dilakukan oleh gerakan global 350.org dengan menggunakan Internet dan media sosial, untuk memberikan tekanan kepada negara-negara peserta International Climate Meetings di Copenhagen pada Sesember 2009 untuk mengambil langkah-langkah nyata guna mengatasi masalah perubahan iklim.
Kenyataan bahwa pembangunan menimbulkan dampak lingkungan yang semakin meningkat yang didorong pula oleh gerakan lingkungan global mendorong Majelis Umum PBB (United Nations General Assembly, UN) memprakarsai berdirinya United Nations Environmental Programme (UNEP) pada 15 Desember 1972 sebagai tindak lanjut UN Conference on the Human Environment. Selanjutnya, untuk mengorganisasikan penanganan pemanasan global dan perubahan iklim, pada 1988 UNEP dan World Meterological Organization (WMO) mendirikan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). IPPC telah menyelesaikan enam laporan penilaian, yaitu Assessment Report (AR) 1990, AR 1995, AR 2001, AR 2007, AR 2014, dan terbaru AR 2022. Pada pihak lain, sebagai tindak lanjut dari United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) pada 1992, pada 22 Desember 1992 Majelis Umum PBB meminta ECOSOC mendirikan Commision on Sustainable Development (CSD) dan untuk menggalang pendanaan yang diperlukan, pemerintah negara-negara yang berpartisipasi, organisasi masyarakat sipil, dan dunia usaha membentuk Global Environmental Facility (GEF). Salah satu tindak lanjut penting dari UNCED, yaitu United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), dilaksanakan oleh UNFCCC Secretariat di Bonn, Jerman. Tindak lanjut penting lain dari UNCED, yaitu United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD). dilaksanakan oleh UNCCD Seceratiat di Roma, Italia. Sebagai tindak lanjut United Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) pada 2012, Majelis Umum PBB mendirikan High-level Political Forum on Sustainable Development (FSD) untuk menggantikan CSD. Seiring dengan pelaksanaan third United Nations Conference on the Law of the Sea (UNCLOS III) antara 1973-1982, Sekretariat Jenderal PBB, yang berperan melaksanakan proses ratifikasi konvensi yang dihasilkan dari UNCLOS III tersebut, membentuk badan khusus, yaitu International Maritim Organization (WMO), yang bersama dengan badan internasional lainnya, yaitu International Wahling Commission (IWC) dan International Seabed Authority (ISA), ikut mengurus pelaksanaan ratifikasi konvensi hukum laut internasional tersebut.
Selain badan yang berada lansung di bawahnya, PBB juga mempunyai sejumlah badan khusus (specialized agency), beberapa di antaranya menangani sektor yang berkaitan dengan lingkungan hidup, antara lain Food and Agriculture Organizatio (FAO), World Health Organization (WHO), dan World Meteorological Organization (WMO). Di luar organisasi lingkungan di bawah naungan langsung PBB, juga terdapat banyak organisasi lingkungan hidup supranasional yang sangat berpengaruh, seperti Alliance of Small Island States, Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services, International Carbon Action Partnership, International Tropical Timber Organization, International Union for Conservation of Nature, OECD Environment Directorate, dan World Nature Organization.Selain itu juga terdapat sejumlah organisasi masyarakat sipil yang sangat berpengaruh, di antaranya World Wide Fund for Nature (WWF). Kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi lingkungan global tersebut ikut menentukan kebijakan lingkungan hidup nasional kita.
Politik dan gerakan lingkungan mewarnai kebijakan lingkungan dan hukum lingkungan di suatu negara. Lalu bagaimana dengan politik dan gerakan lingkungan di Indonesia? Politik dan gerakan lingkungan di Indonesia dimulai sejak era Orde Baru, ketika Prof Emil Salim menjabat Menteri Pengawas Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH). Berkembangnya politik lingkungan di Indonesia tidak lepas dari konsep pembangunan berkelanjutan yang diperkenalkan secara formal pada tahun 1987 dalam 96th Plenary Meeting Sidang Umum PBB tahun 1987 dan kemudian berkembang sebagai wacana pembangunan arus utama (mainstream development discourse). Wacana pembangunan berkelanjutan, diimplementasikan melalui berbagai instrumen kebijakan, antara lain Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)(Environmental Impact Assessment, EIA). Saat ini, melalui UU lingkungan hidup termutakhir, telah pula ditetapkan kewajiban melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) (Strategic Environmental Assessment, SEA). Gerakan Lingkungan di Indonesia juga sudah dimulai sejak Orde Baru, yaitu dengan dibentuknya Kelompok Sepuluh yang menjadi cikal bakal Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) pada 1980. Namun karena selama kurun waktu pemerintahan Orde Baru terjadi pembatasan gerakan-gerakan masyarakat sipil berbasis massa maka baru setelah reformasi 1998, gerakan lingkungan kembali memperoleh momentumnya kembali. Pada awal era reformasi berdiri Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sebagai hasil keputusan dari Kongres Masyarakat Adat Nusantara I yang diadakan pada tanggal 17 Maret 1999 di Jakarta.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, lingkungan hidup masuk dalam struktur pemerintahan pusat sejak 1978-1983 sebagai Kementerian Negara Kementerian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Kemeneg PPLH). Kemudian pada kabinet 1983-1993 diubah menjadi Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Kemeneg KLH3) dan sejak kabinet 1993-2005 dan seterusnya, menjadi Kementerian Negara Lingkungan Hidup (Kemeneg LH). Setelah reformasi 1998, pemerintahan tetap mempertahankan lingkungan hidup sebagai kelembagaan pemerintahan pusat. Dalam Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-2001), lingkungan hidup berstatus sebagai kementerian negara, yaitu Kementerian Negara Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Status sebagai kementerian negara tetap dipertahankan dalam Kabinet Persatuan Nasional, Kabinet Gotong Royong (2001-2004), dan Kabinet Indonesia Bersatu I (2004-2009), tetapi tidak lagi digabungkan dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Pada Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014), status kementerian negara tersebut ditingkatkan sejak 19 Oktober 2011 menjadi kementerian, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup. Sejak dalam Kabinet Kerja (2014-2019) dan dalam Kabinet Indonesia Maju (2019-2024), Kementerian Lingkungan Hidup digabungkan dengan Kementerian Kehutanan menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Saat ini, struktur organisasi KLHK terdiri atas sejumlah unit eselon 1 yang meliputi badan, direktorat jenderal, dan inspektorat. Kebijakan lingkungan hidup pemerintah pusat menentukan kebijakan lingkungan hidup pemerintah daerah, baik daerah provinsi/daerah istimewa/daerah khusus maupun daerah kabupaten/kota, meskipun tidak sepenuhnya sama mengingat pemerintahan daerah di Indonesia bersifat otonom.
Sejak berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pada 1999 (telah diubah beberapa kali dan yang berlaku sekarang adalah UU No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah), pemerintahan daerah di Indonesia merupakan pemerintahan otonom. Oleh karena itu, struktur perangkat daerah. sebagaimana diatur terakhir melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, menjadi berbeda-beda antar pemerintah daerah satu dengan lainnya, baik pada tingkat provinsi/daerah istimewa/daerah khusus maupun tingkat kabupaten/kota. Sebagai contoh, urusan lingkungan hidup dalam susunan perangkat daerah provinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur digabungkan dengan urusan kehutanan sebagai Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tetapi urusan yang sama dalam perangkat daerah provinsi lain, tetap terpisah dengan kehutanan, sebagaimana misalnya di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi DKI Jakarta, dan Provinsi Kalimantan Timur. Hal yang sama juga berlaku pada tingkat pemerintahan kabupaten/kota.
2.1.1.2. Mengunduh dan Membaca Pustaka
Silahkan mengklik halaman Pustaka Daring untuk mengakses buku teks, halaman web, dan berbagai sumber lainnya untuk memperdalam pemahaman mengenai pengelolaan, perlindungan, dan pengendalian lingkungan hidup, khususnya (klik untuk mengunduh gratis):
- Barrow, C.J. (1999) Environmental Management for Sustainable Development: Chapter 4 Environmentalism, social sciences, economics and environmental management, Chapter 5 Environmental management, business and law
- Blewitt, J. (2008) Understanding Sustainable Development: Chapter 5 Sustainable Development, Politics and Governance, Chapter 6 Beyond the Imperatives of Economic Growth and ‘Business as Usual’, Chapter 7 Envisioning a Sustainable Society
- Farmer, A. (2007) Handbook of Environmental Protection and Enforcement: Principles and Practice: Chapter 1 Introduction: The Principles and Nature of Regulation, Chapter 2 The Nature of Environment Enforcement Authorities
- Rogers, P.P., Jalal, K.F., & Boyd, J.A. (2008) An Introduction to Sustainable Development: Chapter 2 Challenges of Sustainable Development, Chapter 8 Social Dimensions and Policies, Chapter 9 The Economics of Sustainability, Chapter 10 Sustainability: Externalities, Valuation, and Time Externalities
- Theodore, M.K., & Theodore, L. (2009) Introduction to Environmental Management: Chapter 32 Sustainability
Mahasiswa wajib menyampaikan melalui Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas judul buku, judul bab buku, dan isi bab buku yang telah dibaca terkait dengan materi kuliah ini.
2.1.2. TUGAS KULIAH
2.1.2.1. Menyampaikan dan Menanggapi Komentar dan/atau Pertanyaan
Setelah membaca materi kuliah ini, silahkan menyampaikan komentar dan/atau pertanyaan mengenai hal-hal berkaitan langsung dengan materi kuliah ini di dalam kotak komentar yang terletak di sebelah bawah materi kuliah ini. Sampaikan komentar dan/atau pertanyaan mengenai hal-hal yang belum diuraikan secara jelas, bukan hal-hal yang yang sudah diuraikan dalam materi atau tidak berkaitan langsung dengan materi atau yang sudah disampaikan oleh mahasiswa lain. Silahkan juga menanggapi pertanyaan atau komentar yang disampaikan oleh mahasiswa lain terhadap materi kuliah ini. Komentar dan/atau pertanyaan serta tanggapan terhadap komentar dan/atau pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa lain harus sudah masuk selambat-lambatnya sampai pada Selasa, 21 Februari 2023 pukul 24.00 WITA. Salin komentar dan/atau pertanyaan mengenai materi kuliah serta tanggapan terhadap komentar dan/atau pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa lain lalu tempel dalam Laporan Melaksanakan Kuliah. Setiap mahasiswa juga dapat diminta untuk menyampaikan laporan pembagian blog dan materi kuliah pada saat melaksanakan ujian tengah semester.
2.1.2.2. Membagikan Blog Mata Kuliah dan Materi Kuliah
Untuk memanfaatkan media sosial dalam pembelajaran, silahkan membagikan membagikan blog mata kuliah dengan mengklik pilihan tombol media sosial untuk membagikan blog secara keseluruhan dan membagikan setiap materi kuliah dengan mengklik tombol pilihan media sosial yang disediakan pada setiap materi kuliah selambat-lambatnya sampai pada Selasa, 21 Februari 2023 pukul 24.00 WITA. Catat tautan (link) pembagian blog dan pembagian materi kuliah melalui media sosiadiminta untukwajib menyampaikan laporan pembagian blog dan materi kuliah pada saat melaksanakan ujian tengah semester.
2.1.2.3. Mengerjakan Tugas ProjekPada ekosistem yang sudah dipilih pada saat mengerjakan Tugasn Kasus materi kuliah 1.1 dan ciri-cirinya sudah dilaporkan pada saat mengerjakan Tugas Kasus materi kuliah 1.2 dan pencemaran dan kerusakannya sudah dilaporkan pada Tugas Kasus materi kuliah 1.3, dalam kelompok yang sama silahkan mengerjakan tugas projek cari informasi mengenai hal-hal sebagai berikut:
- Buat ulasan ringkas disertai pustaka buku teks dan/atau artikel jurnal ilmiah untuk menentukan apakah pengelolaan ekosistem yang diamati sudah berkelanjutan
- Buat ulasan ringkas disertai dengan pustaka perundang-undangan untuk menentukan Perangkat daerah provinsi atau kabupaten/kota manakah yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan ekosistem yang Anda amati
- Buat ulasan ringkas disertai dengan Pustaka buku teks, artikel jurnal ilmiah, dan peraturan perundang-undangan untuk menentukan organisasi masyarakat sipil apa yang ada di Indonesia maupun di provinsi NTT yang seharusnya ikut mempedulikan pengelolaan ekosistem yang Anda amati dan bagaimana peran mereka seharusnya.
2.1.3. ADMINISTRASI PELAKSANAAN KULIAH
Untuk membuktikan telah melaksanakan perkuliahan daring materi kuliah ini, Anda wajib mengakses, menandatangani presensi, dan mengumpulkan tugas di situs SIADIKNONA. Sebagai cadangan, silahkan juga menandatangani daftar hadir dan memasukkan laporan melaksanakan kuliah dan mengerjakan tugas dengan mengklik tautan berikut ini:
- Menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Kamis, 16 Februari 2023 pukul 24.00 WITA dan setelah menandatangani, silahkan periksa hasil penandatanganan daftar hadir;
- Menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas selambat-lambatnya pada Selasa, 21 Februari 2023 pukul 24.00 WITA dan setelah memasukkan, silahkan periksa hasil pemasukan laporan.
Mahasiswa yang tidak mengisi dan menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah dan tidak menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah dan Mengerjakan Tugas akan ditetapkan sebagai tidak melaksanakan kuliah.
***********
Hak cipta blog pada: I Wayan Mudita
Diterbitkan pertama kali pada 20 Februari 2020, diperbarui termutakhir pada 5 Februari 2023
Diterbitkan pertama kali pada 20 Februari 2020, diperbarui termutakhir pada 5 Februari 2023
Hak cipta selurun tulisan pada blog ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License. Silahkan mengutip tulisan dengan merujuk sesuai dengan ketentuan perujukan akademik.
No comments:
Post a Comment