Kasus 1: Silahkan baca sampai mengerti untuk menjawab pertanyaan ujian nomor 1 sampai nomor 5.
Saat ini, Undana merupakan universitas berstatus Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU). Sebagai universitas berstatus PK-BLU, Undana perlu meningkatkan pendapatan non-akademik, yaitu pendapatan di luar dari UKT yang dibayar oleh mahasiswa. Untuk itu maka Undana, melalui Badan Pengelola Usaha (BPU) Undana, perlu mengelola aset yang dimilikinya melalui penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan, antara lain aset lahan di Oenitu, Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupag. Pada mulanya BPU Undana mengembangkan usaha dan/atau kegiatan budidaya beraneka jenis tanaman, tetapi kemudian mengubah menjadi usaha dan/atau kegiatan agroekoeduwisata dengan membangun kolam renang dan flying fox. Usaha dan/atau kegiatan agroekoeduwisata tersebut telah dibuka sebelum dikomunikasikan dengan masyarakat setempat dan Pemerintah Kabupaten Kupang. Pembukaan tersebut ternyata mendapat sambutan dari masyarakat umum, sebagaimana ditunjukkan oleh kunjungan yang sangat ramai, terutama melonjak tajam pada akhir pekan, mencapai ratusan pengunjung per harinya. Padahal jalan menuju lokasi merupakan jalan perkampungan belum beraspal yang melalui permukiman masyarakat setempat. Selama ini jalan tersebut biasa dilalui oleh truk pengangkut pasir yang mengambil pasir sungai di sebelah hulu lokasi. Jalan masuk lokasi alternatif adalah melalui sungai yang belum ada jembatan sehingga bisa dilalui hanya dengan menggunakan kendaraan roda dua atau kendaraan roda empat gardan ganda pada musim kemarau. Lalu lintas kendaraan yang masuk dan keluar lokasi membuat masyarakat merasa terganggu sehingga kemudian menutup jalan masuk yang sempat memicu ketegangan antara pengunjung dan masyarakat setempat.
Peta lokasi Usaha dan/Atau Kegiatan Agroekowisata Undana di Oenitu, Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Silahkan klik legenda peta untuk memperoleh keterangan lebih lanjut.
Kasus 2: Silahkan baca sampai mengerti untuk menjawab pertanyaan ujian nomor 6 sampai nomor 10.
Masyarakat pulau Timor sampai pada saat ini masih mempraktikkan perladangan tebas bakar (slash and burn agriculture) dan peternakan lepas sebagai sumber penghidupan (livelihoods). Perladangan tebas bakar dilakukan dengan cara menebas belukar pada awal musim kemarau. Belukar yang ditebas pada umumnya sudah digunakan sebagai lokasi perladangan beberapa tahun sebelumnya sehingga perladangan tebas bakar yang dilakukan berpola berpindah berotasi. Namun karena jumlah penduduk terus meningkat, lahan yang ditebas bakar secara berpindah berotasi semakin berkurang sehingga masyarakat juga menebas bakar kawasan hutan, bahkan sampai pada lahan yang berlereng sangat terjal sebagaimana yang terjadi di pesisir Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Akibatnya, pada musim kemarau sering terjadi kekeringan (drought) dan pada musim hujan terjadi banjir (flood) dan tanah longsor (landslide). Salah satu lokasi tanah longsor yang cukup besar terjadi di Desa Nenoat, Kecamatan Nunkolo. Tanah longsor di desa tersebut menimbun sekolah dan jalan raya lintas selatan pulau Timor. Namun karena terjadi pada saat hari libur, tidak terjadi korban jiwa yang terlalu banyak karena sekolah yang tertimbun sedang kosong. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, tanah longsor tersebut terjadi karena ada orang yang melanggar larangan adat masyarakat setempat, yaitu membuka sawah. Di sebelah bawah lokasi tanah longsor memang ada masyarakat yang membuka sawah dengan memanfaatkan air sungai yang mengalir di sebelah bawah lokasi tanah longsor.
Peta lokasi tanah longsor di Desa Nenoat, Kecamatan Nunkolo, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Silahkan klik legenda peta untuk memperoleh keterangan lebih la